HOW THE URBAN MAMA HELP ME REBORN AS A BETTER PARENT

 

Saat saya melahirkan anak pertama saya Akasyah, sebagai ibu baru yang saya pikirkan adalah memberikan yang terbaik untuk anak saya. Karena itu, merasa memiliki zero knowledge dan zero experience, saya pun banyak sekali mencari informasi, baik melalui browsing, membaca buku, dan bergabung dalam situs maupun mailing list parenting. Ego, antara lain, sebagai orang yang ‘merasa’ berpendidikan tinggi dan ‘merasa’ modern, yang membuat saya selalu merasa harus mengikuti dan menerapkan hal-hal yang paling up to date dalam hal tumbuh kembang anak.

Pada prakteknya, pengetahuan dan informasi yang saya dapatkan ini malah banyak sekali yang tidak selaras bahkan berbenturan dengan hal lain. misalnya dengan anjuran, mitos dan kebiasaan orang tua saya.

Semakin besar usia Akasyah, benturan yang lebih tajam malah dengan anak itu sendiri. Seiring tumbuhnya kepribadian dan emosinya, Akasyah bukan lagi anak yang bisa saya bentuk semudah clay sesuai dengan yang saya inginkan.


Misalnya saja soal jam tidur, Saya menentukan bahwa jam 8 adalah waktu tidurnya, dengan toleransi hingga 1/2 9. Tenyata anak saya sedikit demi sedikit ‘membangkang’ pada aturan tersebut dan semakin hari tidurnya semakin malam. Pada titik ekstremnya dia bahkan lari dan mendobrak pintu kamarnya saat saya setengah memaksanya untuk tetap di kamar. Saya begitu terpaku pada pentingnya menetapkan rutinitas, sesuai literatur yang saya baca, namun dengan cara yang kaku. Akibatnya stress, baik saya dan pastinya anak saya.

Berkenalan dengan TUM membuka mata saya.

Membaca berbagai artikel dan pengalaman orangtua lain di TUM, saya dapat merasakan, walaupun sama lelahnya bahkan terkadang frustasi, para orangtua di TUM sangat menikmati peran sebagai orangtua. Dalam hal apapun para orang tua di TUM tidak pernah mengesampingkan unsur fun. Baik itu dalam membuat mainan sampai menyiapkan makanan anak.

Selama ini saya selalu berusaha melakukan hal yang benar, namun satu yang saya lupa, yaitu berusaha membesarkan anak yang bahagia.

Mana mungkin anak saya bisa bahagia apabila, setiap saat saya hanya terpaku pada jam tidurnya, hitungan gizi makanan, milestonenya – apakah dia sudah bisa berhitung sampai 20 atau apakah dia sudah mengenali huruf seperti teman seusianya. I almost always forgot fun in every part.

Selama ini saya banyak membaca dan bergabung di situs parenting lain, yang sayangnya secara tidak sadar memicu saya untuk berkompetisi, using my child as a medium. Siapa yang bisa memberi ASI paling lama, paling banyak, anak yang paling jarang ke dokter, mpasi yang sepenuhnya organik dan bergizi super.

TUM in the other hand mengingatkan bahwa kita hanya manusia yang berusaha memberikan yang terbaik bagi anak kita. So what kalau ternyata kita pernah terpaksa memberi susu formula misalnya, god knows we’ve tried. We shouldn’t judge, and instead memberi alternatif solusi. There is no such thing as the only right way in parenting, every parents have their own style and every child deserve to be treated as a special person.

Joining TUM has been one of the good decision I’ve had. To be honest, informasi mungkin bisa saya dapatkan dari sumber lain, Tapi yang lebih penting adalah bagaimana berkenalan dengan TUM telah mengingatkan lagi mengenai hakikat memiliki anak.

Dan telah merubah saya menjadi orangtua yang berbahagia, dan terbukti telah membuat anak saya menjadi lebih bahagia pula.

So, thank you parents on TUM – I owe you happiness ..

The Urban Mama Writing Contest

Note: Alhamdulillah tulisan ini dapet posisi kedua, thank you TUM :))

2 thoughts on “HOW THE URBAN MAMA HELP ME REBORN AS A BETTER PARENT

Leave a comment